Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Undangan Aksi dan Peliputan

Ils: Aksi FRI West Papu dan Aliansi Mahasiswa Papua di Bundaran UGM beberapa waktu lalu

Undangan Aksi dan Peliputan

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Waa…waa…waa…waa…waa…waa..waa..waa..waa..waaa!

Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreemnent) antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua pada hal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.

Perjanjian ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote). Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB UNTEA kepada Indonesia.

Setelah transfer administrasi dilakukan pada 1 Mei 1963, Indonesia yang diberi tanggungjawab untuk mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib dan pembangunan di Papua tidak menjalankan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian New york.

Indonesia malah melakukan pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan gerakan prokemerdekaan rakyat Papua. Lebih ironis, sebelum proses penentuan nasib dilakukan, tepat 7 April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan pemerintah Indonesia.

Klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama Freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Sehingga, dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak suara, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.
Keadaan yang demikian ; teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi hingga dewasa ini diera reformasinya indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia. 

Maka, Front Rakyat Indonesia Untuk FREE WEST PAPUA (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) mengundang kawan - kawan dan jurnalis pro demokrasi untuk bergabung dalam aksi serta meliput aksi "New York Agreement, Jalan Aneksasi Ilegal Indonesia Atas Papua" pada :

📆 Selasa, 15 Agustus 2017
🕰 Pukul : 10.00 WIB - selesai
🛣 Rute Aksi : Parkiran ABA - Titik Nol Kilometer Jogja

Salam Pembebasan West Papua !!
Waaa.. Waaa.. Waa...



Melawan Skenario Pembungkaman Ruang Demokrasi Dalam Aksi Damai FRI WP (15/8/2017) Di Yogyakarta

"Jika Aksi Damai FRI WP dibubarkan, Polresta Yogyakarta Terbukti Lakukan Tindak Pidana Pembungkaman Ruang Demokrasi"


Sudah kesekian kalinya Polresta Yogyakarta menolak "surat pemberitahuan" aksi damai dengan alasan yang ilegal dan politis. Sikap polresta yogyakarta itu, jelas-jelas bertentangan dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Hal pokok yg selalu dilanggar polresta yogyakarta adalah "kewajiban menerbitkan Surat Tanda Terima Peberitahuan (STTP)".

Meskipun demikian, warga negara yang sadar akan hak konstitusional yaitu hak berekspresi dan berdemokrasi akan selalu berdiri untuk mewujudkannya dalam keadaan apapun.

Fakta itu lagi-lagi dialami oleh warga negara yang tergabung dalam Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua Yogyakarta (FRI WP Yogyakarta) yang telah mengantarkan surat pemberitahuan pada tanggal 13 Agustus 2017 untuk aksi damai di tanggal 15 Agustus 2017 dengan rute dari Abu Bakar Ali menuju Nol Kilo Meter. Dengan Tema Aksinya, New York Agrement, Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua.

Dengan melihat sikap Polresta Yogyakarta yang telah menolak Surat Pemberitahuan maka dapat disimpulkan "pihak polresta yogyakarta telah memasang skenario untuk membungkam ruang demokrasi aksi damai Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua Yogyakarta". 

Atas dasar itu marilah seluruh rakyat indonesia yang berdomisi di yogyakarta yang cinta akan demokrasi dan HAM, kita pantau dan mendorong agar pihak Polresta Yogyakarta dapat menjalankan UUD 1945, UU No 9 Tahun 1998, UU No 39 Tahun 1999, UU No 11 Tahun 2005, UU No 12 Tahun 2005 sebagai bentuk pelaksanaan Perkap No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi standar dan prinsip HAM Dalam Tugas Kepolisian Republik Indonesia.

Akhirnya jika aksi damai Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua dibubarkan maka Polresta Yogyakarta terbukti melakukan tindak pidana pembungkaman ruang demokrasi sebagaimana diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 dan tindakan pelanggaran kode etik kepolisian republik indonesia sebagaimana diatur dalam Perkap No 8 Tahun 2009