SEKELOMPOK “BERDASI” Dan DARAH
![]() |
| Aksi demo damai di yogyakarta pada 2017/08/09 - Doc Pribadi |
Belum tiga bulan peristiwa berdarah Oneibo-Deiyai pada 01 Agustus 2017, terjadi lagi tabrakan maut pada 28 Oktober di Kabupaten Deiyai-Papua oleh pelaku yang sama.
P.T. DEWA sebagai pelakunya merupakan dalang dibalik rentetan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, lebih khususnya di Kabupaten Deiyai yang sebelumnya di Kabupaten Paniai.
Perusahan Dewa telah mendapatkan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Deiyai saat masa karateker pertama pada Tahun 2010 dan hingga saat ini (Tahun 2017) masih beroperasi di Deiyai untuk mengerjakan program yang katanya Pembangunan Infrastruktur.
Berbagai komponen masyarakat, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Kabupaten Deiyai menyepakati dan
menandatangi petisi agar Brigader Mobil (Brimob) dan P.T. DEWA angkat kaki dari
seluruh wilayah Kabupaten Deiyai. Kesepakatan dan Penandatanganan Petisi
tersebut dilakukanpada 21 Agustus 2017 di depan Kantor DPR Deiyai saat aksi
damai menyikapi peristiwa Oneibo-Deiyai Berdarah.
Namun, pada kenyataannya P.T. DEWA masih
melakukan tindakan tidak manusiawi. Sementara Brimob dibantu oleh Polisi dan
Tentara untuk menangkap, menembak, mentup kebebasan, dan menakuti rakyat
lainnya.
Pada tanggal 28 Oktober 2017 di Kampung
Woyoukita-Deiyai, terjadi tabrakan maut. Korban; atas nama, Bon Pekei (30
Tahun). Pelaku; kendaraan truk pengangkut material di P.T. DEWA.
Kronologis.
Sekitar Pukul 17.00 Waktu Papua (WP), tabrakan maut terjadi di Kampung Woyoukita, Kabupaten Deiyai, Papua. Menurut saksi mata di Tempat Kejadian Perkara (TKP) bahwa korban menggunakan motor. Dari arah yang sama, tepat di depan korban ada Truk Trontong. Karena, truk tersebut berkecepatan rendah maka korban mencoba untuk melambung. Saat hendak melambung, dari arah berlawanan ada truk pengangkut material milik perusahaan Dewa melaju dengan kecepatan tinggi. Kemudian, korban disenggol pada kaki kanan oleh truk pengangkut material tersebut.
Kepala korban terbentur pada pantat Truk
Trontong dan korban terpental jauh. Korban mengalami pendarahan dan kritis.
Sekitar Pukul 20.00 WP, korban dilarikan
ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tigido-Deiyai karena, masih bernafas. Sekitar
Pukul 21.30 WP, korban dirujuk ke RSUD Madi Kabupaten Paniai. Sekitar Pukul
22.30 WP di RSUD Madi, korban sudah tidak bernafas.
Sekitar Pukul 23.30 WP, korban
(mayat)bersama keluarga sudah kembali ke rumah duka di Kampung Kibitamo,
Deiyai.
Masyarakat Deiyai menolak keberadaan
Perusaahan Dewa dengan cara membakar kantornya, alat berat, dan beberapa rumah
usaha (Kios) milik P.T. DEWA.
Sejak di Paniai, tindakan melanggar
Hukum Kemanusiaan pun dilakukan P.T. DEWA. Sehingga, berbagai komponen
masyarakat di Kabupaten Paniai bersatu dan mengusir Perusahaan Dewa.
Pemodal (Saham Dewa) telah bekerja sama
dengan Pemerintah Kabupaten setempat dan Aparat Keamanan. Sebagai buruh
(karyawan) di Dewa hanya bisa habiskan energi-waktu dan menjadi buruh yang
takut pada majikannya. Sementara itu, masyarakat adat sebagai pemilik tanah,
tempat bahan mentah untuk program pembangunan tersebut kehilangan hak milik,
hak penguasaan alat, bahkan kehilangan hak hidup.
Bukan hanya pada rakyat Buruh dan
Masyarakat Adat. Juga, pada Rakyat Tani-Nelayan. Rakyat harus merelakan buminya
yang telah dihisap pemodal dewa, terus mendayung perahu di pinggir air yang
tercemar sampah nonorganik-limbah untuk melepaskan jaring ikan-udang.
Pemodal, Kaum Borjuis (Pengusaha Lokal),
Elit Politik Praktis (Pejabat Pemerintah), dan Aparatur Negara (Militerisme),
sama-sama bagi hasil. Sementara, program Negara dalam pembangunan infrastruktur
di Daerah justru membenturkan rakyat Buruh dengan rakyat lainnya. Juga, justru
merampas hak milik rakyat lainnya, menggangu, menutup hak kebebasan demokrasi,
bahkan menghilangkan hak untuk hidup.
Perusahaan Dewa dan Militerisme masih
ada di Kabupaten Deiyai. Mereka saling mengikat antara satu simpul dengan
simpul yang lain. Dimana, ada pejabat pemerintah maka di situ ada pemodal
(seperti saham Dewa), pengusaha lokal, dan militerisme. Mereka merupakan kelompok
berdasi yang selalu berkaca (cermin) agar dasi mereka tetap rapih. Sehingga,
perbedaan kelas semakin terawat dan terus terdidik dalam pendidikan
kapitalisasi.
Dari pembuktian itulah, masyarakat Papua
harus melihat untung-rugi kehadiran suatu Distrik, Kabupaten, dan Provinsi. Apalagi
jika, kebijakan ASN diperketat maka jelas bahwa akan menjadi manusia yang terus
memberikan energi pada kejayaan Kapitalisme di dalam sistem piramidanya. Lihat
saja bahwa non-Papua sebagai pejabat pemerintah akan menutupi ruang-waktu
tersebut dan memberi kesempatan bagi para pemodal. Jika, soal kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai alat untuk mengorbakan rakyat yang
telah berada dalam perbedaan kelas (kehidupan sosialnya) dan rakyat yang telah
kehilangan hak.
Di sinilah, praktek-praktek penjajahan,
pendidikan kapitalisme, dan penghisapan ada secara terstruktur-sistematis. Rakyat
mendapatkan darah, manusia berdasi mendapatkan keuntungannya.
*) Penulis adalah anggota Serikat Perjuangan Masyarakat Adat Wilayah Deiyai.
