Ini Isi Maklumat Kapolda Papua
Maraknya bermunculan aksi-aksi demo di Papua dalam beberapa bulan terakhir membuat seorang Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, turut angkat bicara untuk menyikapi aksi-aksi yang meresahkan banyak warga dan masyarakat Papua tersebut.
Menurut Kapolda, aksi demo yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis seperti KNPB, OPM dan ULMWP adalah haram hukumnya karena telah mengganggu jalannya aktifitas warga yang berada di lokasi-lokasi demo.
Akhirnya pada tanggal 1 Juli 2016 bertepatan dengan HUT Bhayangkara ke 70, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, resmi mengeluarkan Maklumat tersebut, yang isinya demikian ;
MAKLUMAT KEPALA KEPOLISIAN DAERAH PAPUA
tentang
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
Bahwa dalam rangka menyikapi Maraknya Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum di wilayah hukum Polda Papua, maka Kepolisian Daerah Papua mengeluarkan MAKLUMAT sebagai berikut :
1. KEPADA PESERTA ATAU PELAKU PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM :
Agar mematuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, khususnya dalam hal kewajiban, larangan dan sanksi bagi peserta atau pelaku, Dalam pelaksanaan menyampaikan pendapat di muka umum dilarang menghasut masyarakat, menggunakan simbol/atribut separatisme dan/atau mengajak masuk menjadi kelompok separatisme, seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Parlemen Rakyat Daerah (PRD), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Tentara Pembebasan Nasional (TPN) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang nyata-nyata menentang dan bermaksud memisahkan diri dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mengantisipasi adanya muatan-muatan politis dari kelompok separatisme dimaksud. Apabila ketentuan tersebut di atas tidak dipatuhi, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melakukan tindakan kepolisian secara proporsional, prosedural dan profesional dengan tegas dan terukur serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) sesuai peraturan perundang-undangan, dimulai dari tindakan pembubaran kegiatan sampai kepada penegakan hukum dan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum (tindak pidana) maka identitasnya akan dicatat dan dimasukkan dalam Catatan Kriminal Kepolisian dan kepada yang bersangkutan tetap diterbitkan SKCK dengan catatan pernah melakukan pelanggaran hukum (tindak pidana) yang akan berpengaruh terhadap syarat administrasi dalam rangka melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, mempengaruhi karier, tidak diterima menjadi calon anggota Polri serta diproses hukum melalui peradilan.
2. KEPADA PELAKU ATAU PESERTA PENYAMPAIAN PENDAPAT DIMUKA UMUM OLEH KELOMPOK KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB), PARLEMEN RAKYAT DAERAH (PRD), NEGARA REPUBLIK FEDERAL PAPUA BARAT (NRFPB), PARLEMEN NASIONAL WEST PAPUA (PNWP), ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), TENTARA PEMBEBASAN NASIONAL (TPN) DAN UNITED LIBERATION MOVEMENT FOR WEST PAPUA (ULMWP) SERTA KELOMPOK RADIKAL LAINNYA :
a. bahwa organisasi/kelompok KNPB, PRD, NRFPB, PNWP, OPM, TPN dan ULMWP adalah organisasi/kelompok yang keberadaannya tidak diakui secara resmi oleh pemerintah karena tidak tercatat sebagai organisasi kemasyarakatan yang sah sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan bersifat separatisme karena mengusung ide pemisahan diri Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa kelompok radikalisme adalah suatu kelompok yang mempunyai paham menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan;
c. bahwa organisasi / kelompok tersebut di atas apabila melakukan penyampaian pendapat di muka umum dan melakukan suatu pelanggaran atau tindak pidana, maka Polri dengan tegas dan terukur melakukan tindakan Kepolisian yang bersifat penegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan diantarannya :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
a) Pasal 106 KUHP
�Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah Negara jatuh ke Negara musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun�.
b) Pasal 87 KUHP
�Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti yang dimaksud dalam pasal 53 KUHP�.
Percobaan dalam delik makar tidak menjadi soal, karena tidak selesainya perbuatan adalah suatu strategi mencari dukungan pihak luar, perbedaannya dengan pasal 53 KUHP (percobaan adalah terletak pada alasan tidak selesainya perbuatan pelaku untuk mencapai tujuan yaitu :
1. percobaan dalam delik pidana biasa tidak selesainya perbuatan karena semata-mata diluar kehendak pelaku;
2. percobaan dalam delik makar tidak menjadi soal karena tidak selesainya perbutan adalah suatu strategi mencari dukungan pihak luar.
c) Pasal 110 KUHP (Permufakatan)
Untuk melakukan suatu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 104, 106, 107 dan 108 (tp. Makar) diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal � pasal tersebut;
d) Pasal 160 KUHP
�Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah�
e) Pasal 170 KUHP:
(1) barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana paling lama lima tahun enam bulan.
(2) bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
f) Pasal 154
�Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah�.
g) Pasal 155
�Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan dimuka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah�
h) Pasal 311 KUHP (Penistaan)
(1) barang siapa melakukan kejahatan menista atau meista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukan sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah mempitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun;
(2) dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35
i) Pasal 335 KUHP
(1) dihukum penjara selama-lamanya satu tahun
2e. barangsiapa memaksa orang lain dengan ancaman penistaan lisan atau penistaan tulisan supaya ia melakukan, tidak melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa.
(2) dalam hal yang diterangkan pada 2e, maka kejahatan itu hanya dituntut atas oengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu.
j) Pasal 212 KUHP:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang � undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum, karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.
k) Pasal 216 KUHP:
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau tuntutan, yang dilakukan menurut peraturan undang-undang oleh pegawai negeri yang diwajibkan mengawas-awasi pegawai negeri yang diwajibkan atau yang dikuasakan untuk menyelidiki atau memeriksa perbuatan yang dapat dihukum, demikian juga barang siapa dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang pegawai negeri itu, dalam menjalankan suatu peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu;
(2) Yang disamakan dengan pegawai negeri yang dimaksudkan dalam bagian pertama dari ayat diatas ini, ialah segala orang yang menurut undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan pekerjaan umum;
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi lalu 2 tahun sejak tetap keputusan hukuman tersalah yang dahulu lantaran kejahatan yang serupa itu juga, maka hukuman itu dapat ditambahkan dengan sepertiganya.
3. Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata Api dan Bahan Peledak serta senjata tajam/pemukul.
a) Pasal 1 ayat (1):
�Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua-puluh tahun�.
b) Pasal 2 ayat (1)
�Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau
6
mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun�.
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum:
a) Pasal 16
�Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku�. b) Pasal 17
�Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok�.
c) Bagi penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum apabila terbukti melanggar tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal diatas sanksi hukumannya ditambah 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.
5 Undang � undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik.
Pasal 28 Ayat (2)
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)
Pasal 45 Ayat (2)
setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 atau ayat 2dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak satu miliar rupiah;
d. Selain menjalani hukuman penjara para pelaku yang masuk dalam kelompok separatis dan radikalisme tersebut di atas, identitasnya dicatat dalam catatan Kepolisian dan kepada yang bersangkutan tetap diterbitkan SKCK dengan catatan pernah melakukan pelanggaran/kejahatan dan akan berpengaruh terhadap syarat administrasi dalam rangka melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, mempengaruhi karier serta tidak diterima menjadi calon anggota TNI/Polri;
e. Terhadap mereka yang telah memiliki SKCK sebagai syarat administrasi guna melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan atau peningkatan karier bagi pegawai negeri, TNI/Polri apabila dikemudian hari yang bersangkutan terlibat kejahatan/pelanggaran, maka SKCK yang telah diterbitkan dinyatakan tidak berlaku.
3. KEPADA APARATUR PEMERINTAH:
Aparatur pemerintah harus berkerja sama serta berperan aktif menggalang dan mengajak tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan akademisi untuk mewujudkan pelaksanaan Kemerdekaan Menyampaian Pendapat di Muka Umum berjalan dengan aman, tertib, damai dan terkendali dengan memperhatikan:
a. Hak Asasi Manusia;
b. Demokrasi;
c. Legalitas;
d. Persatuan dan Kesatuan; dan
e. Kepentingan umum.
4. Demikian MAKLUMAT ini untuk dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya demi terwujudnya keamanan dan kedamaian serta persatuan dan kesatuan bangsa/Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tanah Papua yang tercinta.
Dikeluarkan di : Jayapura
Pada tanggal : 1 Juli 2016
(Humas Polda Papua)
sumber: http://www.nabire.net
Menurut Kapolda, aksi demo yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis seperti KNPB, OPM dan ULMWP adalah haram hukumnya karena telah mengganggu jalannya aktifitas warga yang berada di lokasi-lokasi demo.
Akhirnya pada tanggal 1 Juli 2016 bertepatan dengan HUT Bhayangkara ke 70, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, resmi mengeluarkan Maklumat tersebut, yang isinya demikian ;
MAKLUMAT KEPALA KEPOLISIAN DAERAH PAPUA
tentang
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
Bahwa dalam rangka menyikapi Maraknya Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum di wilayah hukum Polda Papua, maka Kepolisian Daerah Papua mengeluarkan MAKLUMAT sebagai berikut :
1. KEPADA PESERTA ATAU PELAKU PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM :
Agar mematuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, khususnya dalam hal kewajiban, larangan dan sanksi bagi peserta atau pelaku, Dalam pelaksanaan menyampaikan pendapat di muka umum dilarang menghasut masyarakat, menggunakan simbol/atribut separatisme dan/atau mengajak masuk menjadi kelompok separatisme, seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Parlemen Rakyat Daerah (PRD), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Tentara Pembebasan Nasional (TPN) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang nyata-nyata menentang dan bermaksud memisahkan diri dari kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mengantisipasi adanya muatan-muatan politis dari kelompok separatisme dimaksud. Apabila ketentuan tersebut di atas tidak dipatuhi, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melakukan tindakan kepolisian secara proporsional, prosedural dan profesional dengan tegas dan terukur serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) sesuai peraturan perundang-undangan, dimulai dari tindakan pembubaran kegiatan sampai kepada penegakan hukum dan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum (tindak pidana) maka identitasnya akan dicatat dan dimasukkan dalam Catatan Kriminal Kepolisian dan kepada yang bersangkutan tetap diterbitkan SKCK dengan catatan pernah melakukan pelanggaran hukum (tindak pidana) yang akan berpengaruh terhadap syarat administrasi dalam rangka melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, mempengaruhi karier, tidak diterima menjadi calon anggota Polri serta diproses hukum melalui peradilan.
2. KEPADA PELAKU ATAU PESERTA PENYAMPAIAN PENDAPAT DIMUKA UMUM OLEH KELOMPOK KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB), PARLEMEN RAKYAT DAERAH (PRD), NEGARA REPUBLIK FEDERAL PAPUA BARAT (NRFPB), PARLEMEN NASIONAL WEST PAPUA (PNWP), ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), TENTARA PEMBEBASAN NASIONAL (TPN) DAN UNITED LIBERATION MOVEMENT FOR WEST PAPUA (ULMWP) SERTA KELOMPOK RADIKAL LAINNYA :
a. bahwa organisasi/kelompok KNPB, PRD, NRFPB, PNWP, OPM, TPN dan ULMWP adalah organisasi/kelompok yang keberadaannya tidak diakui secara resmi oleh pemerintah karena tidak tercatat sebagai organisasi kemasyarakatan yang sah sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan bersifat separatisme karena mengusung ide pemisahan diri Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa kelompok radikalisme adalah suatu kelompok yang mempunyai paham menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan;
c. bahwa organisasi / kelompok tersebut di atas apabila melakukan penyampaian pendapat di muka umum dan melakukan suatu pelanggaran atau tindak pidana, maka Polri dengan tegas dan terukur melakukan tindakan Kepolisian yang bersifat penegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan diantarannya :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
a) Pasal 106 KUHP
�Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah Negara jatuh ke Negara musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun�.
b) Pasal 87 KUHP
�Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti yang dimaksud dalam pasal 53 KUHP�.
Percobaan dalam delik makar tidak menjadi soal, karena tidak selesainya perbuatan adalah suatu strategi mencari dukungan pihak luar, perbedaannya dengan pasal 53 KUHP (percobaan adalah terletak pada alasan tidak selesainya perbuatan pelaku untuk mencapai tujuan yaitu :
1. percobaan dalam delik pidana biasa tidak selesainya perbuatan karena semata-mata diluar kehendak pelaku;
2. percobaan dalam delik makar tidak menjadi soal karena tidak selesainya perbutan adalah suatu strategi mencari dukungan pihak luar.
c) Pasal 110 KUHP (Permufakatan)
Untuk melakukan suatu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 104, 106, 107 dan 108 (tp. Makar) diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal � pasal tersebut;
d) Pasal 160 KUHP
�Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah�
e) Pasal 170 KUHP:
(1) barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana paling lama lima tahun enam bulan.
(2) bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
f) Pasal 154
�Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah�.
g) Pasal 155
�Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan dimuka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah�
h) Pasal 311 KUHP (Penistaan)
(1) barang siapa melakukan kejahatan menista atau meista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukan sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah mempitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun;
(2) dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35
i) Pasal 335 KUHP
(1) dihukum penjara selama-lamanya satu tahun
1e. barang siapa dengan melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan, tiada melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa dengan kekerasan dengan sesuatu perbuatan lain ataupun dengan ancaman kekerasan, ancaman dengan suatu perbuatan lain akan melakukan sesuatu itu, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain;
2e. barangsiapa memaksa orang lain dengan ancaman penistaan lisan atau penistaan tulisan supaya ia melakukan, tidak melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa.
(2) dalam hal yang diterangkan pada 2e, maka kejahatan itu hanya dituntut atas oengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu.
j) Pasal 212 KUHP:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang � undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum, karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.
k) Pasal 216 KUHP:
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau tuntutan, yang dilakukan menurut peraturan undang-undang oleh pegawai negeri yang diwajibkan mengawas-awasi pegawai negeri yang diwajibkan atau yang dikuasakan untuk menyelidiki atau memeriksa perbuatan yang dapat dihukum, demikian juga barang siapa dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang pegawai negeri itu, dalam menjalankan suatu peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu;
(2) Yang disamakan dengan pegawai negeri yang dimaksudkan dalam bagian pertama dari ayat diatas ini, ialah segala orang yang menurut undang-undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan pekerjaan umum;
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi lalu 2 tahun sejak tetap keputusan hukuman tersalah yang dahulu lantaran kejahatan yang serupa itu juga, maka hukuman itu dapat ditambahkan dengan sepertiganya.
3. Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata Api dan Bahan Peledak serta senjata tajam/pemukul.
a) Pasal 1 ayat (1):
�Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua-puluh tahun�.
b) Pasal 2 ayat (1)
�Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau
6
mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun�.
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum:
a) Pasal 16
�Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku�. b) Pasal 17
�Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok�.
c) Bagi penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum apabila terbukti melanggar tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal diatas sanksi hukumannya ditambah 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.
5 Undang � undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik.
Pasal 28 Ayat (2)
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)
Pasal 45 Ayat (2)
setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 atau ayat 2dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak satu miliar rupiah;
d. Selain menjalani hukuman penjara para pelaku yang masuk dalam kelompok separatis dan radikalisme tersebut di atas, identitasnya dicatat dalam catatan Kepolisian dan kepada yang bersangkutan tetap diterbitkan SKCK dengan catatan pernah melakukan pelanggaran/kejahatan dan akan berpengaruh terhadap syarat administrasi dalam rangka melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, mempengaruhi karier serta tidak diterima menjadi calon anggota TNI/Polri;
e. Terhadap mereka yang telah memiliki SKCK sebagai syarat administrasi guna melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan atau peningkatan karier bagi pegawai negeri, TNI/Polri apabila dikemudian hari yang bersangkutan terlibat kejahatan/pelanggaran, maka SKCK yang telah diterbitkan dinyatakan tidak berlaku.
3. KEPADA APARATUR PEMERINTAH:
Aparatur pemerintah harus berkerja sama serta berperan aktif menggalang dan mengajak tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan akademisi untuk mewujudkan pelaksanaan Kemerdekaan Menyampaian Pendapat di Muka Umum berjalan dengan aman, tertib, damai dan terkendali dengan memperhatikan:
a. Hak Asasi Manusia;
b. Demokrasi;
c. Legalitas;
d. Persatuan dan Kesatuan; dan
e. Kepentingan umum.
4. Demikian MAKLUMAT ini untuk dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya demi terwujudnya keamanan dan kedamaian serta persatuan dan kesatuan bangsa/Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tanah Papua yang tercinta.
Dikeluarkan di : Jayapura
Pada tanggal : 1 Juli 2016
(Humas Polda Papua)
sumber: http://www.nabire.net